Ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Rencana AS untuk menaikkan tarif dagang balasan terhadap China hingga 104% memicu spekulasi soal strategi yang akan diambil oleh pemerintah China. Salah satu langkah yang kemungkinan besar diambil adalah melemahkan nilai tukar yuan guna menjaga daya saing ekspor.
Arthur Hayes, pendiri BitMEX, mengungkapkan bahwa pelemahan yuan bisa mendorong arus modal keluar dari China, dengan investor mencari aset lindung nilai seperti Bitcoin. Menurut Hayes, fenomena ini pernah terjadi pada 2013, 2015, dan 2019, di mana lonjakan minat terhadap crypto terjadi seiring melemahnya yuan. Ia pun menyebut bahwa situasi serupa bisa kembali terjadi pada 2025.
Senada dengan Hayes, CEO Bybit juga mengatakan bahwa setiap kali yuan melemah, banyak investor China yang memindahkan asetnya ke Bitcoin sebagai cara untuk melindungi nilai kekayaan mereka dari risiko depresiasi mata uang.
Ketegangan Dagang Jadi Katalis Potensial untuk Kenaikan Harga Bitcoin
Dalam konteks makroekonomi saat ini, ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut bisa menjadi katalis baru bagi pergerakan harga Bitcoin. Aksi pelarian modal dari yuan ke aset alternatif seperti crypto bisa menjadi faktor pendorong naiknya permintaan Bitcoin.
Bagi investor kripto, perkembangan ini menjadi hal yang menarik untuk dipantau. Jika skenario ini benar terjadi, Bitcoin berpotensi mengalami kenaikan harga sebagai respons dari lonjakan permintaan dari investor yang mencari perlindungan nilai.
Kesimpulan
Melemahnya yuan sebagai respons terhadap tekanan tarif dari AS bisa memicu arus modal masuk ke pasar crypto, khususnya Bitcoin. Fenomena ini pernah terjadi sebelumnya dan mungkin akan kembali terulang. Bagi kamu yang memegang BTC, situasi geopolitik ini bisa menjadi peluang penting dalam menentukan strategi investasi ke depan.
.jpg)
%201.png){kind=logo}
